*Kejati Kepri Kembali Terapkan Kebijakan Restoratif Justice Atas Perkara Pidana Demi Kemanfaatan Hukum Wilayah*




JUrnalinvestigasimabes | TANJUNGPINANG, - ||

Kajati Kepri Dr. Rudi Margono, SH, MHum, didampingi Wakajati Kepri Rini Hartatie, SH, MH, Aspidum Bayu Pramesti, SH, MH, Koordinator Bidang Pidum Nurul Anwar, SH, MH, Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara Kejati Kepri, serta diikuti secara virtual oleh Kajari Batam I Ketut Kasna Dedi SH, MH, Kasi Pidum Priatmaji Dutaning Prawiro, SH, MH, dan Jaksa Fungsional Kejari Batam, melaksanakan paparan atas perkara pidana dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang ditangani oleh Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Sofyan Selle, SH, MH, Selasa (19/3-2024).



Expose melalui sarana virtual mengajukan 1 (satu) perkara pidana dengan 2 (dua) tersangka, yang dimohonkan untuk diterapkan Penghentian Penuntutan Perkaranya berdasarkan Keadilan Restoratif.


Dalam keterangannya, Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso, SH, MH, menyampaikan, bahwa; Kejaksaan Negeri Batam mengajukan 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) dengan 2 (dua) orang tersangka yakni:

1. Tersangka Yoseph Francois Niko Saputra als Niko, dalam perkara Tindak Pidana Penadahan yang melanggar Pasal 480 Ke - 1 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;

2. Tersangka Safira Pratama Putri als Lala, dalam perkara Tindak Pidana Penadahan lewat Pasal 480 Ke - 1 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.


Adapun permohonan pengajuan terhadap 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) dengan 2 (dua) orang tersangka atas nama Yoseph Francois Niko Saputra als Niko dan Safira Pratama Putri als Lala yang melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, untuk dilakukan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice, telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum atas pemberian Penghentian Penuntutan. 


Berdasarkan Keadilan Restoratif, dinyatakan telah memenuhi syarat yakni sebagai berikut :

1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban telah memberikan permohonan maaf;

2. Tersangka belum pernah dihukum;

3. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;

4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;

5. Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan Tersangka berjanji tidak kembali perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke perdamaian;

6. Pertimbangan Sosiologis;

7. Masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.


Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Batam untuk memproses publikasi Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai jaminan hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.


Kasi Penkum juga menambahkan, bahwa; Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang kondisi pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana dengan tidak berorientasi pada pembayaran. Merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat, dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan otoritas penandatanganan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. 


“Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang memaafkan bagi pelaku pidana untuk kembali melakukan perbuatan pidana,” pungkas Denny. 


“Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang memaafkan bagi pelaku pidana untuk kembali melakukan perbuatan pidana,” pungkas Denny. *(FC-Goest/Hum)*

Lebih baru Lebih lama