Bireuen – Aceh
Seorang dokter di Puskesmas Peulimbang, Kabupaten Bireuen, dr. Nurul Alfalah, melaporkan Kepala Biro Media Investigasi Mabes Bireuen, Alras, ke Polres Bireuen atas dugaan pencemaran nama baik melalui pemberitaan mengenai visum medis yang diduga palsu.
Laporan ini dilayangkan setelah media yang Dikabiroi oleh Alras menerbitkan berita terkait dugaan visum palsu yang disebut-sebut dibuat oleh pihak puskesmas. Dalam pemberitaan tersebut, disebutkan bahwa seorang pegawai Kantor Tata Usaha (KTU) Puskesmas Peulimbang, Fina Yuliza, mengaku mengalami pemukulan oleh seorang bidan bernama Roslina, Amd.Keb.
Namun, menurut informasi dari wartawan di lapangan, terdapat dua saksi mata yang menyatakan bahwa tidak terjadi pemukulan. Yang terjadi hanyalah adu mulut antara pegawai KTU dan rekannya. Bidan Roslina yang dituduh melakukan pemukulan justru disebut hanya melintas dan sempat merekam kejadian tersebut menggunakan ponsel.
Sumber kami juga menyebutkan bahwa pegawai KTU tersebut kemudian meminta dibuatkan surat visum yang mencantumkan adanya memar di dahi. Surat tersebut diketahui dan disetujui oleh Kepala Puskesmas, Fauzi. Visum inilah yang kemudian diduga menjadi dasar laporan tindak kekerasan, meskipun belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa pemukulan benar terjadi.
Apabila terbukti bahwa surat visum tersebut disusun tanpa dasar pemeriksaan medis yang sah, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia serta dapat dikenai sanksi etik maupun pidana. Menurut Kode Etik, setiap dokter wajib menjunjung tinggi kejujuran dan integritas dalam pembuatan dokumen medis, termasuk visum et repertum, karena memiliki dampak hukum serius.
Saat ini, kasus tersebut sedang ditangani oleh pihak kepolisian guna memverifikasi keabsahan visum dan memastikan fakta-fakta di balik laporan tersebut.
Di sisi lain, perlu diingat bahwa wartawan dilindungi oleh undang-undang dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya dalam Pasal 8 yang menyatakan bahwa "Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum." Narasumber yang merasa dirugikan oleh pemberitaan juga memiliki hak jawab, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3), sebagai wujud prinsip keberimbangan informasi dalam praktik jurnalistik yang sehat dan profesional.
R