NAGAN RAYA, ACEH – Dugaan kongkalikong antara pihak perusahaan dan oknum penegak hukum mencuat ke permukaan seiring penahanan Kepala Desa Cot Rambong, Kabupaten Nagan Raya, yang dituding mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) secara tidak sah. Penahanan tersebut diduga terkait dengan laporan sepihak dari PT Ambiya Putra Cut Nina kepada Mabes Polri, tanpa klarifikasi dan verifikasi langsung terhadap kondisi riil di lapangan.
Ironisnya, laporan yang disampaikan seakan-akan menunjukkan bahwa PT Ambiya Putra menjadi pihak yang dirugikan. Namun, menurut berbagai sumber dan fakta di lapangan, perusahaan tersebut justru diduga kuat melakukan manipulasi dokumen dengan memalsukan tanda tangan Kepala Dusun dan mantan Kepala Desa Cot Rambong pada SKT yang diajukan. Anehnya, hingga kini dugaan pemalsuan tersebut belum ditindaklanjuti secara hukum.
Situasi ini memicu keresahan warga, yang kemudian melakukan aksi demonstrasi ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) dan Kejaksaan Negeri Nagan Raya, menuntut keadilan serta penegakan hukum yang benar-benar berpihak pada kebenaran dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Izin HGU Tidak Aktif, Patok Tapal Batas Tak Jelas,Mengacu pada Undang-Undang tentang Hak Guna Usaha (HGU), dijelaskan bahwa apabila suatu areal HGU tidak dimanfaatkan selama tiga tahun berturut-turut sejak izin diterbitkan, maka izin tersebut dianggap gugur secara hukum. Namun, dalam kasus PT Ambiya Putra, masyarakat menemukan sejumlah kejanggalan. Di lokasi yang diklaim sebagai areal HGU PT Ambiya Putra tidak ditemukan papan nama perusahaan, patok tapal batas, maupun keberadaan kantor perusahaan di sekitar lokasi.
"Sudah tiga kepala desa berganti di Cot Rambong, tapi tidak pernah terlihat keberadaan PT Ambiya Putra yang katanya memiliki izin HGU di sini," ujar Herman Suari, tokoh masyarakat setempat. Ia mempertanyakan keabsahan izin perusahaan tersebut karena hingga kini masyarakat tidak mengetahui secara pasti keberadaan ataupun kegiatan perusahaan di wilayah mereka.
Kecurigaan semakin menguat ketika pihak PT Ambiya Putra Cut Nina tiba-tiba mengirimkan surat ke kepala desa, mengklaim bahwa mereka memiliki lahan ganti rugi seluas 220 hektare di Desa Cot Rambong. Klaim sepihak ini tidak disertai dengan bukti yang transparan dan meyakinkan di mata masyarakat maupun aparatur desa.
Permintaan Klarifikasi Dinas Tak Diindahkan,Sebelumnya, Dinas Perkebunan Kabupaten Nagan Raya telah mengirimkan surat kepada PT Ambiya Putra pada 14 November 2022. Dalam surat tersebut, perusahaan diminta untuk segera menyerahkan dokumen legalitas usaha serta laporan kegiatan operasional perkebunan secara tertulis beserta bukti pendukung. Namun hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan tidak memberikan tanggapan apapun.
Ketidakhadiran pihak perusahaan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung DPRK Nagan Raya juga menimbulkan kecurigaan. Masyarakat menduga bahwa perusahaan dengan sengaja menghindari pertanggungjawaban publik dan upaya verifikasi hukum terhadap dokumen-dokumen yang mereka ajukan.
Harapan kepada Kapolri untuk Menegakkan Keadilan,Masyarakat Desa Cot Rambong dan Padang Payang kini berharap penuh kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo agar memerintahkan penyelidikan yang lebih objektif dan mendalam atas kasus ini. Mereka menilai bahwa proses hukum yang berjalan saat ini seolah hanya menyasar masyarakat kecil, sementara perusahaan yang diduga melakukan rekayasa dokumen justru seakan-akan dilindungi.
“Kami tidak anti-investasi, tapi hukum harus ditegakkan secara adil. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” ujar salah satu warga yang ikut dalam aksi unjuk rasa.
Warga menuntut agar Mabes Polri melakukan cross-check ke lapangan untuk memastikan kebenaran laporan yang disampaikan oleh PT Ambiya Putra, sekaligus membuka secara transparan dokumen-dokumen perusahaan yang berkaitan dengan legalitas HGU di wilayah mereka.
Kasus ini menjadi gambaran nyata bagaimana ketimpangan perlakuan hukum masih menjadi persoalan serius di tengah masyarakat, serta pentingnya pengawasan ketat terhadap setiap proses perizinan yang berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat adat dan petani lokal.
Kaperwil aceh/UJ