Nagan Raya – Aceh | Media Jurnal Investigasi Mabes
Masyarakat Kabupaten Nagan Raya, Aceh, kembali dihadapkan pada konflik agraria serius. Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Kharisma Iskandar Muda (PT KIM) diduga telah menyerobot lahan kebun milik warga di sejumlah desa, termasuk Babah Rot, Bumisari, Blang Tadu, dan Rambong. Dugaan ini diperkuat oleh pengakuan warga serta informasi bahwa tanah garapan mereka tiba-tiba masuk ke dalam peta Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan.
Berdasarkan investigasi yang dihimpun, terdapat indikasi kuat bahwa PT KIM memanipulasi data administrasi pengurusan dokumen, khususnya dalam tahapan resume persetujuan dari kepala desa. Padahal, persetujuan kepala desa atau tokoh adat merupakan syarat mutlak dalam proses perolehan HGU, terutama jika lahan tersebut termasuk tanah ulayat atau tanah adat.
Pentingnya Persetujuan Kepala Desa dalam HGU
Dalam regulasi perundang-undangan agraria di Indonesia, pengajuan HGU atas tanah adat wajib dilengkapi dengan persetujuan tertulis dari masyarakat hukum adat. Ini bertujuan agar pelepasan hak atas tanah dilakukan secara sah, adil, dan mempertimbangkan hak-hak masyarakat setempat. Persetujuan ini juga menjadi dasar legalitas dan transparansi dalam proses alih fungsi tanah menjadi milik negara yang dapat diberikan haknya kepada perusahaan.
Namun dalam kasus ini, proses tersebut diduga diabaikan. Warga menilai bahwa PT KIM menggunakan cara-cara tidak sah untuk memperoleh HGU, bahkan melibatkan manipulasi dokumen guna memperlancar izin.
Respons Perusahaan: Singkat dan Tidak Menjawab Pokok Masalah
Saat dikonfirmasi oleh awak media melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp, pihak perusahaan melalui humasnya hanya memberi tanggapan singkat:
“Assalamualaikum. Mohon untuk berita ini, pihak perusahaan tidak merusak tanaman masyarakat dan tidak merugikan masyarakat. Kita tetap bermitra dengan masyarakat. Walaupun perkebunan PT KIM belum menghasilkan, sudah 75% tenaga kerjanya direkrut dari sekitar kebun dan wilayah Nagan Raya,” ungkap perwakilan Humas S.
Pernyataan tersebut dinilai tidak menjawab pokok persoalan terkait dugaan penyerobotan tanah dan manipulasi dokumen persetujuan kepala desa. Masyarakat justru semakin resah karena tidak ada klarifikasi terhadap isu masuknya lahan garapan mereka ke dalam izin HGU perusahaan.
Tanaman Warga Diratakan
Lebih lanjut, warga dari Desa Batang Durian menyampaikan bahwa tanaman kebun milik mereka telah diratakan oleh pihak perusahaan, tanpa pemberitahuan maupun ganti rugi. Hal ini terjadi secara bertahap dalam beberapa bulan terakhir. Warga hanya mengetahui bahwa lahan mereka kini termasuk dalam peta HGU milik PT KIM setelah terjadi aktivitas pembukaan lahan oleh perusahaan.
“Kami kaget karena tanah kami yang sudah kami garap bertahun-tahun, tahu-tahu masuk ke HGU mereka. Tanaman kami dirusak. Padahal tidak pernah ada kami tandatangani pelepasan hak,” ungkap MJ, salah satu warga korban, kepada awak media.
Desakan Kepada APH untuk Bertindak Tegas
Dengan adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Hak Guna Usaha serta praktik manipulasi administratif, masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, untuk segera turun tangan. Mereka meminta agar dilakukan investigasi menyeluruh terhadap proses perolehan HGU oleh PT KIM dan segala bentuk pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat.
Warga berharap aparat tidak tinggal diam dan segera menyelamatkan hak-hak tanah rakyat yang terancam akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit secara agresif dan tidak transparan.
Redaksi: Media Jurnal Investigasi Mabes jurnalinvestigasimabes.com