Pakar Hukum Internasional Prof. Dr. Sutan Nasomall SH MH: “Dewan Pers Bersama Kapolri Harus Segera Buka Poslap Wartawan!”




Jakarta, 16 Agustus 2025 – Kejadian yang mengkhawatirkan baru-baru ini terjadi di Tangerang, Banten, yang melibatkan intimidasi terhadap wartawan saat melakukan konfirmasi atas dugaan pelanggaran hukum di sebuah perusahaan ekspor-impor. Kejadian ini mencerminkan adanya ancaman serius terhadap kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan bebas dari tekanan.

Menurut Prof. Dr. Sutan Nasomall, Pakar Hukum Internasional dan Ekonom, tindakan intimidasi yang dilakukan oleh salah satu karyawan perusahaan tersebut sangat tidak dapat diterima, dan seharusnya tidak terjadi di Indonesia, sebuah negara yang menjunjung tinggi hak-hak konstitusional warganya, termasuk kebebasan pers.

Pernyataan Prof. Dr. Sutan Nasomall: “Sangat disayangkan bahwa kasus seperti ini masih terjadi, bahkan baru saja terjadi di Tangerang, Banten. Kasus kontra-wartawan di perusahaan ekspor-impor ini seharusnya tidak terjadi, apalagi jika masyarakat umum mengetahui dengan jelas perlindungan terhadap wartawan yang ada di negara kita. Jika hukum ditegakkan dengan tegas, situasi seperti ini seharusnya tidak muncul,” ujar Prof. Dr. Sutan Nasomall dalam keterangannya kepada para pemimpin redaksi media cetak dan online, di markas pusat Partai Oposisi Merdeka, Jakarta.



Kronologi Kejadian: Pada Jumat, 15 Agustus 2025, sekitar pukul 17.00 WIB, Tim Lembaga Investigasi Negara (LIN) bersama awak media Media Patroli Indonesia melakukan konfirmasi terkait dugaan pelanggaran perizinan ekspor-impor dan ketentuan UU Tenaga Kerja di salah satu perusahaan yang beralamat di Jalan Imam Bonjol Gang Cemara III No.38, Kelurahan Karawaci, Kota Tangerang, Banten.

Saat melakukan konfirmasi, jurnalis Hiskia Bangun bersama seorang anggota LIN yang dikenal sebagai Ray, langsung mendapatkan penolakan serta intimidasi yang berpotensi membahayakan keselamatan mereka. Salah seorang karyawan perusahaan tersebut bahkan membanting Kartu Tanda Anggota (KTA) wartawan dan melontarkan ejekan serta ancaman yang sangat merendahkan profesi jurnalistik.

"Saya sempat merekam momen intimidasi yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Kami merasa terancam dan memutuskan untuk mundur demi keselamatan diri," kata Hiskia Bangun, wartawan Media Patroli Indonesia.

Menurut Hiskia, salah seorang karyawan sempat mengatakan, "Polisi aja nggak berani datang ke sini untuk informasi, dan media cuma mau cari uang dari masyarakat. Lebih baik cari uang yang halal daripada jadi wartawan. Saya bisa cetak seribu KTA kalau kamu mau," ungkapnya menirukan ucapan karyawan tersebut.

Tanggapan Aliansi Wartawan Independen Indonesia (AWII): Fadlli Achmads Am, Ketua DPD AWII Provinsi Banten, menyatakan bahwa tindakan karyawan tersebut jelas merupakan penghinaan terhadap kebebasan pers. Ia mengimbau agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera menindak tegas pelaku yang telah merusak citra profesi jurnalis.

"Karyawan tersebut telah merendahkan martabat wartawan, yang merupakan garda terdepan dalam menjaga demokrasi dan menyampaikan informasi kepada publik. Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera menyelidiki dan menindak tegas pelaku yang mengancam dan mengintimidasi wartawan,” ujar Fadlli.

Pentingnya Perlindungan Terhadap Kebebasan Pers: Intimidasi terhadap wartawan tidak hanya merusak kualitas pemberitaan, tetapi juga mengancam hak publik untuk menerima informasi yang bebas dan tidak terdistorsi. Prof. Dr. Sutan Nasomall menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan salah satu pilar penting dalam kehidupan berdemokrasi. Tanpa kebebasan pers, masyarakat tidak akan mendapatkan informasi yang transparan dan akurat yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari.

“Sebagai negara demokratis, Indonesia harus melindungi kebebasan pers, sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Praktik intimidasi terhadap wartawan adalah pelanggaran serius yang merusak fondasi demokrasi. Pelaku intimidasi harus diberi sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku,” tegas Prof. Dr. Sutan Nasomall.

Kebebasan Pers dalam Konteks Hukum Internasional: Sebagai seorang pakar hukum internasional, Prof. Dr. Sutan Nasomall juga menambahkan bahwa kebebasan pers adalah bagian integral dari hak asasi manusia yang diakui secara global, dan harus dilindungi oleh semua negara, termasuk Indonesia.

“Indonesia adalah negara yang telah meratifikasi berbagai instrumen internasional yang melindungi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Oleh karena itu, setiap tindakan yang mengintimidasi wartawan dan menghalangi kerja pers harus dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” katanya.

Seruan untuk Tindak Lanjut: Menghadapi kejadian ini, Prof. Dr. Sutan Nasomall meminta agar Dewan Pers bersama dengan Kapolri segera membuka Poslap (Pos Layanan Pengaduan) Wartawan untuk menangani setiap bentuk intimidasi dan ancaman yang dialami oleh jurnalis di lapangan. Poslap ini diharapkan dapat menjadi saluran yang efektif bagi wartawan yang merasa terancam atau dihalangi dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka.

“Penting bagi Dewan Pers dan Kapolri untuk segera membuka Poslap Wartawan, agar wartawan yang menghadapi ancaman atau intimidasi bisa mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai,” tambah Prof. Dr. Sutan Nasomall.

Penyelesaian Kasus dan Harapan ke Depan: Kasus intimidasi ini bukan hanya soal individu, tetapi juga soal bagaimana Indonesia sebagai negara demokratis menanggapi dan menjaga kebebasan pers. Jika dibiarkan begitu saja, ini bisa menjadi preseden buruk bagi perkembangan demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Dengan adanya upaya bersama dari Dewan Pers, Kapolri, dan masyarakat luas, diharapkan kejadian-kejadian serupa dapat dicegah dan tidak menghalangi wartawan dalam menjalankan tugas mulia mereka untuk memberikan informasi yang benar dan objektif kepada publik.


Frof nasomal

Lebih baru Lebih lama