Simalungun_||
23 Agustus 2025 – Praktik penyalahgunaan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Simalungun. Sebuah SPBU bernomor 14.211.271 yang berlokasi di Jalan Besar Huta Bayu Raja, Kecamatan Bosar Maligas, diduga kuat melakukan penimbunan solar dan pertalite bersubsidi dengan cara yang melanggar aturan.
Informasi yang diperoleh awak media menyebutkan bahwa pihak SPBU menjual BBM bersubsidi tanpa barcode resmi dan menggunakan wadah tidak standar berupa jerigen plastik. Lebih jauh, penyaluran BBM tersebut dilakukan tanpa adanya surat rekomendasi sah dari instansi terkait, bahkan surat yang digunakan disebut-sebut sudah kadaluwarsa sejak tahun 2024.
Pengawas SPBU Menghindar Saat Dikonfirmasi,Saat awak media mencoba meminta keterangan kepada pengawas SPBU terkait dugaan penyimpangan ini, pihak yang bersangkutan justru menghindar dan enggan memberikan keterangan valid. Sikap ini semakin menimbulkan pertanyaan besar mengenai adanya indikasi pembiaran serta dugaan praktik “kebal hukum” di balik operasi SPBU tersebut.
Masyarakat sekitar berharap Aparat Penegak Hukum (APH), baik kepolisian maupun instansi terkait, dapat segera mengambil tindakan tegas agar tidak terjadi kerugian negara serta penyalahgunaan BBM bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kecil.
Aturan Tegas dari Pertamina dan BPH Migas,PT Pertamina (Persero) bersama Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah berulang kali menegaskan bahwa penyaluran BBM bersubsidi wajib menggunakan aplikasi MyPertamina dan barcode resmi untuk mencegah penyalahgunaan.
Dalam keterangan resminya, Pertamina menyebut:“BBM bersubsidi hanya dapat disalurkan kepada konsumen yang berhak sesuai kategori yang diatur pemerintah, dengan transaksi tercatat melalui sistem barcode MyPertamina. Penggunaan jerigen non-standar sangat dilarang karena berbahaya dan berpotensi menimbulkan kebakaran.”
Sementara itu, BPH Migas melalui Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 menegaskan bahwa distribusi BBM bersubsidi yang tidak sesuai mekanisme dan peruntukannya dapat dikenakan sanksi pidana.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, praktik penimbunan dan penyaluran BBM bersubsidi secara ilegal dapat dijerat dengan sejumlah aturan hukum, di antaranya:
-
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo. UU No. 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja):
- Pasal 55: Penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
- Pasal 53 huruf d: Pengangkutan/niaga tanpa izin usaha dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling tinggi Rp50 miliar.
-
Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM.
-
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terkait penggunaan jerigen tidak standar yang membahayakan keselamatan konsumen.
Kasus dugaan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi di SPBU 14.211.271 ini menambah daftar panjang praktik “nakal” di sektor energi. Jika terbukti, SPBU terkait dapat dikenai sanksi pidana, administratif, hingga pencabutan izin operasional.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum tidak menutup mata dan segera menindak tegas SPBU nakal agar pendistribusian BBM bersubsidi kembali tepat sasaran.
Redaksi Jurnalinvestigasi akan terus mengawal perkembangan kasus ini dan menunggu langkah konkret dari aparat terkait dalam menegakkan aturan.
Joner simarmata