Toko Obat Ilegal di Jalan Raya Solo–Sragen Kembali Beroperasi, Diduga Langgar UU Kesehatan dan Jual Obat Daftar G Tanpa Izin













Karanganyar –||

Praktik peredaran obat ilegal kembali marak di wilayah hukum Polsek Kebakkramat, tepatnya di Jalan Raya Solo–Sragen. Sebuah toko yang sebelumnya sempat ditutup oleh Karang Taruna, pengurus RT/RW, dan Majelis Nahdlatul Ulama (NU) karena kedapatan menjual obat daftar G tanpa izin resmi, kini berani buka kembali dan sudah beroperasi bebas selama beberapa bulan terakhir.

Toko tersebut diduga kuat menjual berbagai obat keras dan psikotropika seperti Tramadol, Heximer, Alprazolam, Thiapridal, Aprazolam, serta beberapa jenis benzodiazepin lainnya yang seharusnya hanya bisa diperjualbelikan oleh apotik resmi dengan tenaga farmasi berizin dan resep dokter. Namun kenyataannya, di lapangan toko ini menjual bebas kepada masyarakat, termasuk remaja, tanpa pengawasan.



Menurut penelusuran warga dan informasi dari beberapa tokoh masyarakat, obat-obatan yang dijual di toko tersebut memiliki efek yang sangat berbahaya. Misalnya, Tramadol dan Heximer dapat menyebabkan ketergantungan, gangguan mental, hingga overdosis jika dikonsumsi tanpa pengawasan medis.

“Dulu toko ini sudah pernah ditutup oleh warga dan tokoh agama karena meresahkan. Tapi sekarang buka lagi, malah lebih ramai. Banyak anak muda nongkrong beli obat itu,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Tindakan ini jelas dinilai mencoreng upaya pemerintah dalam memberantas peredaran obat ilegal dan penyalahgunaan obat keras yang dapat merusak moral serta kesehatan generasi muda.



tampak beroperasi bebas tanpa tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH). Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar di masyarakat — apakah pihak terkait telah melakukan pengawasan dan penegakan hukum sebagaimana mestinya.

“Seharusnya aparat menindak tegas praktik seperti ini, karena sangat membahayakan. Jangan sampai menunggu korban jiwa dulu,” tegas seorang tokoh pemuda Karang Taruna setempat.

Pasal-Pasal yang Diduga Dilanggar

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (jo. UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan):

    • Pasal 196:
      “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
    • Pasal 197:
      “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.”
  2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria dan Tata Cara Penggolongan Obat:

    • Obat dengan tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dan huruf “K” (obat daftar G) hanya boleh dijual di apotik resmi dan dengan resep dokter.
      Penjualan tanpa izin atau resep dokter melanggar peraturan tersebut.
  3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika:

    • Pasal 59 & 60: menyebutkan bahwa obat dengan kandungan zat psikotropika tertentu (misalnya benzodiazepin atau turunan opioid seperti Tramadol) hanya boleh diedarkan dengan izin dan di bawah pengawasan ketat tenaga kesehatan.
  4. Pasal 198 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (revisi terbaru):
    “Setiap orang yang mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dapat dipidana dengan penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.”

Tokoh masyarakat, Karang Taruna, dan lembaga keagamaan seperti Majelis NU setempat mendesak aparat penegak hukum, khususnya Polsek Kebakkramat dan Polres Karanganyar  untuk segera menindaklanjuti temuan ini.
Mereka berharap agar toko tersebut ditutup kembali secara permanen dan pemiliknya diproses hukum sesuai peraturan yang berlaku.

“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya pelanggaran hukum tapi juga ancaman serius bagi anak-anak muda kita. Mereka bisa rusak karena obat-obatan seperti itu,” tambah seorang tokoh NU Sragen.



Kasus ini menjadi cermin lemahnya pengawasan terhadap peredaran obat keras tanpa izin di daerah. Pemerintah daerah, BPOM, dan kepolisian diharapkan segera melakukan sidak bersama, agar tak ada lagi ruang bagi toko-toko ilegal yang memperjualbelikan obat keras demi keuntungan pribadi dengan mengorbankan masa depan generasi muda.


Tr_32



Lebih baru Lebih lama