Jakarta Timur —||
Praktik kecurangan dalam pengolahan bumbu dapur kembali mencuat dan meresahkan masyarakat. Sejumlah pengusaha bumbu giling di kawasan Gudang Air dan sekitar Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, diduga melakukan permainan nakal demi meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa mengindahkan standar keamanan pangan maupun dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan kepada konsumen.
Hasil investigasi awak media menemukan indikasi bahwa beberapa penggilingan bumbu secara sengaja mencampurkan bahan-bahan asing yang tidak layak dikonsumsi, seperti kulit bawang putih, beras putih, pewarna sintetis, serta citrun acid (asam sitrat) non-food grade. Lebih parah lagi, banyak produk bumbu giling tersebut tidak mencantumkan komposisi, tanggal kedaluwarsa, ataupun izin edar, sehingga masyarakat tidak mengetahui bahan apa saja yang mereka konsumsi.
Praktik Curang: Mengabaikan Kebersihan Demi Keuntungan,Menurut seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya, praktik manipulasi bahan tersebut bukanlah hal baru, melainkan sudah berlangsung cukup lama.“
Mereka sengaja tambah kulit bawang putih supaya bumbu gilingnya lebih berat. Ada juga merica yang dicampur beras putih biar tidak rugi. Semua demi untung,” ujarnya.
Beberapa pelaku usaha bahkan disebut bekerja sama dengan gudang bahan tertentu untuk memperoleh material murah yang bisa ditambahkan ke dalam bumbu giling agar volumenya meningkat.
Dari pantauan langsung di lapangan, sejumlah tempat penggilingan terlihat berada dalam kondisi minim higienitas, mulai dari lantai yang kotor, tempat penyimpanan yang berkarat, hingga bahan mentah yang tidak dicuci dengan baik. Situasi ini memperkuat dugaan bahwa bumbu giling yang beredar sangat mudah terkontaminasi bakteri dan residu kimia berbahaya.
Pengakuan Pelaku: “Memang Dicampur, Tapi Menurut Kami Aman”
Saat dikonfirmasi, seorang pengusaha berinisial MH mengakui bahwa beberapa bahan tambahan memang dicampurkan ke dalam proses penggilingan.“Kami memang campur kulit bawang dan sedikit bahan tambahan. Tapi menurut kami itu masih aman,” ungkapnya.
Namun ia sendiri tidak memberikan penjelasan ilmiah mengenai standar keamanan bahan yang digunakan dan hanya menambahkan:“Kalau sering mungkin memang kurang bagus,” katanya ragu.
Pengakuan tersebut justru menegaskan bahwa pelaku usaha tidak memahami standar keamanan pangan dan tetap meneruskan praktik tersebut demi keuntungan.
Dampak Kesehatan: Risiko Keracunan dan Gangguan Pencernaan Para ahli kesehatan menegaskan bahwa bahan tambahan yang digunakan tanpa pengawasan berpotensi menimbulkan dampak serius bagi tubuh. Beberapa risiko yang dapat muncul antara lain:
- Gangguan pencernaan akut
- Paparan bakteri dan jamur dari bahan tidak higienis
- Residu pestisida dari kulit bawang yang tidak dicuci
- Reaksi alergi akibat zat pewarna sintetis
- Iritasi lambung karena citrun acid non-food grade
Penggunaan bahan asing non-pangan secara berulang dapat menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang, terutama pada anak-anak dan kelompok rentan.
Pelanggaran Hukum yang Dilakukan Pelaku Usaha
Selain berpotensi membahayakan kesehatan, praktik tersebut juga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama terkait label, keamanan pangan, dan perlindungan konsumen.
1. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 8 ayat (1) huruf e & f:
Melarang pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak mencantumkan informasi benar, termasuk komposisi produk.
Pasal 9 ayat (1):
Melarang tindakan yang menyesatkan atau menipu konsumen.
Sanksi Pasal 62 ayat (1):
Pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.
2. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Pasal 97 ayat (1):
Dilarang mengedarkan pangan yang tidak memenuhi standar keamanan.
Pasal 90–94:
Seluruh produk pangan wajib mencantumkan label komposisi dan informasi yang benar.
Sanksi Pasal 135–140:
Pidana penjara hingga 2 tahun dan denda hingga Rp4 miliar.
3. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 111 ayat (2):
Dilarang menambahkan bahan berbahaya dalam pangan.
Sanksi Pasal 197:
Pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
BPOM: Bahan Tambahan Pangan Harus Legal dan Sesuai Aturan
BPOM menegaskan bahwa penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) tidak boleh dilakukan secara sembarangan, apalagi untuk menutupi kualitas bahan yang buruk. BTP harus memiliki izin edar, memenuhi standar keamanan, dan digunakan sesuai takaran.
BPOM juga mengaku sedang menelusuri produk curah dan olahan bumbu yang beredar di sejumlah pasar besar, termasuk Pasar Induk Kramat Jati.
Investigasi Lapangan: Kondisi Penggilingan Tidak Higienis
Awak media yang turun ke beberapa titik penggilingan di sekitar Pasar Induk Kramat Jati, Kelurahan Kampung Tengah, Kecamatan Kramat Jati, menemukan sejumlah fakta mencengangkan:
- Banyak bahan mentah tidak dicuci sebelum digiling
- Wadah penyimpanan berkarat
- Lantai licin dan kotor
- Bumbu giling diletakkan di tempat terbuka tanpa perlindungan
- Sisa kulit bawang dan cabe busuk berserakan
Sebagai salah satu pasar terbesar di Jakarta, kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena produk dari wilayah ini dipasok ke berbagai daerah di Jabodetabek.
Masyarakat Desak APH Bertindak Tegas
Tidak sedikit tokoh dan warga sekitar yang meminta aparat bertindak cepat.
“Aparat harus segera turun. Ini menyangkut kesehatan masyarakat. Tidak boleh dibiarkan,” tegas seorang tokoh masyarakat di kawasan Gudang Air.
Warga berharap ada langkah nyata berupa pemeriksaan mendalam, penyegelan lokasi, dan proses hukum bagi pelaku yang terbukti melanggar.
Imbauan untuk Konsumen
Untuk mengurangi risiko, BPOM dan ahli pangan memberi sejumlah rekomendasi:
- Beli dari tempat yang terpercaya dan menggiling bumbu langsung di depan pembeli.
- Periksa izin edar dan label komposisi pada produk kemasan.
- Giling sendiri di rumah untuk hasil yang lebih higienis.
- Hindari produk berwarna mencolok atau beraroma asing
Kasus dugaan kecurangan pengusaha bumbu giling ini bukan sekadar persoalan kualitas, tetapi merupakan ancaman nyata bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat. Dengan pelanggaran terhadap tiga undang-undang sekaligus, praktik tersebut berpotensi masuk kategori penipuan konsumen, kejahatan pangan, dan pelanggaran kesehatan.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum, BPOM, Dinas Kesehatan, dan instansi terkait segera melakukan investigasi intensif, memeriksa seluruh penggilingan bumbu di kawasan Pasar Induk Kramat Jati, serta memberikan sanksi tegas kepada pengusaha nakal yang terbukti merugikan dan membahayakan publik.
Tim/red



