Garut –||
Sebuah toko yang beroperasi di sekitar Jalan Letjen Ibrahim Adjie, Kabupaten Garut, menjadi sorotan warga setelah diduga menjual berbagai obat daftar G seperti Tramadol, Heximer, THP, dan jenis benzodiazepine lainnya secara bebas tanpa resep dokter dan tanpa izin apotek.
Investigasi di lokasi serta keterangan sejumlah warga menyebut bahwa penjualan berlangsung tertutup namun sistematis. Lebih jauh, muncul dugaan bahwa seorang oknum anggota aktif berinisial D, mengetahui atau bahkan terlibat dalam pembiaran aktivitas tersebut. Dugaan ini masih perlu pendalaman lebih lanjut dari pihak berwenang.
Toko Tanpa Izin yang Terlihat “Normal”,Bangunan toko tampak sederhana dan tidak mencolok, serta rak penyimpanan tertutup. Tidak ada plang apotek ataupun informasi izin resmi dari Dinas Kesehatan.
Namun warga sekitar menilai aktivitas toko tersebut tidak wajar.
“Banyak anak-anak muda datang malam-malam. Mereka masuk sebentar lalu keluar bawa plastik. Tidak pernah bawa resep,” ungkap seorang warga Tarogong Kaler yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Penjaga toko disebut berinisial I, sementara operasional dugaan penjualan obat keras ini dikabarkan diatur oleh seseorang yang dikenal sebagai Mr. D, bukan oknum , tetapi koordinator lapangan dari jaringan tersebut.
Sejumlah warga menyebut adanya dugaan kedekatan antara Penjual dan Mr. D dan seorang oknum anggota aktif yang juga berinisial D.
Warga khawatir dugaan pembiaran ini membuat penindakan sulit dilakukan.
Meski demikian, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Polres Garut. Informasi ini masih berupa laporan masyarakat dan membutuhkan klarifikasi serta investigasi secara profesional oleh pihak berwenang.
Transaksi Cepat, Tanpa Pengawasan Farmasi,Hasil pengamatan menunjukkan pola yang seragam: pembeli hanya menyebutkan nama obat—Tramadol, Heximer, dan lainnya—lalu barang diberikan tanpa pertanyaan tambahan.
Tidak ada:
- pengecekan resep,
- edukasi obat,
- pencatatan transaksi,
- pemeriksaan identitas pembeli,
- ataupun kehadiran tenaga farmasi.
Metode transaksi ini melanggar seluruh standar distribusi obat keras di Indonesia.
Efek Samping Berbahaya Obat yang Dijual Bebas,Dampak dari penyalahgunaan obat daftar G sangat serius, khususnya bagi remaja dan pelajar. Berikut risiko paling dominan:
1. Tramadol
- Ketergantungan berat
- Kejang
- Depresi napas
- Halusinasi
- Risiko overdosis fatal
2. Heximer / THP (Trihexyphenidyl)
- Euforia palsu
- Delirium dan disorientasi
- Gangguan perilaku
- Halusinasi intens
- Ketergantungan psikologis
3. Benzodiazepine
- Sedasi ekstrem
- Penurunan fungsi kognitif
- Ketergantungan fisik
- Risiko kematian bila dicampur alkohol
- Gejala putus obat yang berat
Kombinasi obat ini banyak disalahgunakan untuk “fly” atau mabuk murah, yang sangat berbahaya bagi kesehatan mental dan fisik generasi muda.
Regulasi yang Diduga Dilanggar
Penjualan obat keras tanpa izin bertentangan dengan sejumlah aturan, di antaranya:
1. UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023
Mengatur bahwa peredaran obat keras hanya boleh dilakukan oleh fasilitas resmi dengan apoteker.
2. PP No. 51 Tahun 2009
Melarang keras toko obat non-apotek menjual obat daftar G.
3. UU No. 36 Tahun 2009
Pengedaran obat tanpa izin edar dan tanpa resep adalah tindak pidana.
4. UU Perlindungan Konsumen
Menjual produk berisiko tinggi tanpa pengawasan merupakan pelanggaran serius.
Pelaku dapat dikenai sanksi berupa:
- Pidana penjara hingga 10 tahun
- Denda hingga Rp 1 miliar
Desakan Warga: “Polres Garut Harus Turun Tangan”
Warga Kabupaten Garut, khususnya Tarogong Kaler, mendesak Polres Garut, BPOM Jawa Barat, serta Pemerintah Kabupaten Garut untuk turun langsung menindak dugaan praktik tersebut.
“Saya hanya berharap pihak berwajib benar-benar periksa. Jangan sampai ada oknum yang membekingi. Ini menyangkut masa depan anak muda Garut,” ujar seorang tokoh pemuda setempat.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebelumnya juga telah menegaskan komitmen pemberantasan penyalahgunaan obat keras yang merusak generasi bangsa.
Kasus dugaan peredaran obat daftar G di Jalan Letjen Ibrahim Adjie, Garut, serta disertai dugaan keterlibatan oknum aparat, menunjukkan betapa kompleks dan seriusnya permasalahan ini.
Diperlukan tindakan cepat, profesional, dan transparan dari Polres Garut, BPOM, dan pemerintah daerah untuk memastikan tidak ada pihak yang kebal hukum—dan demi melindungi generasi muda dari bahaya penyalahgunaan obat keras.
R

