Nagan Raya – Media Jurnal Investigasi Mabes
Lahan seluas 10 hektare yang terletak di Desa Blang Bintang, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, kini menjadi sorotan publik. Lahan tersebut diketahui merupakan bekas tempat kegiatan kerja para narapidana (napi) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan kini dipertanyakan status kepemilikannya. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa tanah tersebut adalah aset negara yang sebelumnya dikelola oleh Lapas sebagai bagian dari program pembinaan napi melalui kerja produktif.
Namun demikian, dalam proses penelusuran dan klarifikasi yang dilakukan oleh tim Jurnal Investigasi Mabes pada Rabu, 14 Mei 2025, Kepala Lapas Kelas II Meulaboh (Aceh Barat), Tendi Kusnadi, mengungkapkan fakta mengejutkan. Ia menyatakan bahwa pihak Lapas saat ini tidak memiliki dokumen resmi yang membuktikan kepemilikan atau legalitas atas tanah tersebut.
"Setelah kami lakukan pengecekan secara internal, hingga saat ini kami tidak memiliki dokumen atau surat keterangan yang menunjukkan bahwa tanah tersebut adalah milik Lapas. Tidak ada bukti legal formal yang bisa kami pegang sebagai dasar hukum," ujar Tendi Kusnadi kepada tim Jurnal Investigasi Mabes.
Ia juga menambahkan bahwa karena ketiadaan dokumen hukum yang sah, pihaknya tidak berani untuk memasang papan atau palang tanda kepemilikan di atas lahan tersebut. “Kami tidak punya legalitas yang kuat secara hukum, maka dari itu kami tidak berani meletakkan pamflet atau palang di atas tanah tersebut. Kami juga tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman atau konflik dengan pihak lain yang mungkin merasa memiliki kepentingan atas lahan itu,” lanjutnya.
Meski demikian, Tendi menegaskan bahwa pihaknya tidak tinggal diam. Dalam waktu dekat, Lapas akan melakukan evaluasi dan peninjauan langsung ke lokasi lahan bersama pihak-pihak terkait, guna memastikan status hukum dan keabsahan kepemilikannya.
“Kami akan turun langsung ke lapangan untuk melakukan peninjauan. Kami juga akan berkoordinasi dengan instansi terkait termasuk pihak pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendapatkan kejelasan. Jika memang lahan itu terbukti sebagai aset negara atau milik Kementerian Hukum dan HAM, maka tentu harus dikembalikan sesuai peruntukannya,” tambahnya.
Terkait penggunaan lahan oleh narapidana pada masa lalu, Tendi mengungkapkan bahwa kemungkinan besar aktivitas tersebut dilakukan dalam kerangka program pembinaan yang bersifat informal dan tidak disertai dengan administrasi pertanahan yang lengkap. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam proses pelacakan riwayat kepemilikan lahan tersebut.
Munculnya polemik ini menyoroti pentingnya pengelolaan aset negara yang tertib administrasi, transparan, dan terdata dengan baik. Banyak lahan negara yang dikuasai atau digunakan oleh instansi pemerintah selama bertahun-tahun tanpa dilengkapi dokumen resmi, dan pada akhirnya menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
Tim investigasi akan terus mengikuti perkembangan dari kasus ini dan menyajikan informasi lanjutan terkait hasil peninjauan lapangan maupun hasil koordinasi antar instansi. Kepastian hukum atas aset negara seperti ini sangat krusial untuk menghindari konflik dan penyalahgunaan lahan di masa mendatang.
Red