Kian Marak Dugaan Praktik Penyuntikan Gas Elpiji 3 Kg Subsidi di Rumpin: Ratusan Mobil Pick-Up Hilir Mudik, Diduga Kuasai Pasar Elpiji hingga Banten dan Tangerang







Bogor –||

Dugaan praktik ilegal penyuntikan gas Elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram (kg) ke dalam tabung nonsubsidi ukuran 12 kg dan 50 kg di wilayah Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, kian masif dan terorganisir. Aktivitas ini tak lagi berskala kecil dan lokal, melainkan diduga telah menjadi jaringan distribusi besar yang menguasai sebagian pasokan elpiji nonsubsidi di wilayah Bogor, Banten, dan Tangerang.





Praktik ilegal ini tidak hanya melanggar hukum dan membahayakan keselamatan publik, tetapi juga merugikan negara hingga miliaran rupiah per bulan. Ironisnya, aktivitas ini terpantau berlangsung tanpa hambatan berarti, bahkan dengan dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang justru menjadi pelindung, bukan penindak.





Investigasi Lapangan: Armada Pengangkut Beroperasi Siang Malam

Pantauan lapangan dari tim investigasi mengungkapkan bahwa praktik penyuntikan gas elpiji berlangsung aktif di kawasan Jalan Gunung Maloko, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Lokasi ini kini menjadi semacam sentra pengoplosan gas ilegal, dengan lalu lintas ratusan kendaraan pick-up yang silih berganti masuk dan keluar.

Kendaraan-kendaraan ini disebut mengangkut gas melon (tabung 3 kg) dari berbagai daerah untuk disuntik ke dalam tabung 12 kg dan 50 kg, kemudian didistribusikan ke daerah lain seperti Banten, Tangerang, hingga ke sebagian wilayah Jakarta Barat dan Selatan.

Bahkan menurut sumber terpercaya, armada yang terlibat bukan hanya puluhan, melainkan ratusan unit mobil pick-up yang beroperasi setiap hari. Setiap mobil dapat mengangkut hingga 300 tabung elpiji 3 kg sekali jalan, dan dalam sehari bisa melakukan 2–3 kali pengantaran.


Pernyataan Sopir dan Sosok Kunci: “Agus Kancil” Masih Bungkam

Salah satu sopir berinisial A mengaku dirinya rutin mengangkut gas untuk disuntikkan kembali di wilayah Rumpin.

“Ini tabungnya mau dibawa ke Rumpin, iya benar di sana ada penyuntikan gas. Pengurusnya ada Robin alias Agus Kancil, biasanya dia yang komunikasi. Kalau belum kenal, susah masuk ke lingkarannya,” ucapnya pada Sabtu (29/3/2025).

Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Robin alias Agus Kancil, yang disebut-sebut sebagai koordinator lapangan, tidak memberikan respons atau klarifikasi apa pun hingga berita ini disusun.


Kerugian Negara: Estimasi Miliaran Rupiah Tiap Bulan

Data yang dihimpun menyebutkan bahwa praktik ini telah berlangsung bertahun-tahun dengan skala yang terus membesar. Estimasi kerugian negara dihitung berdasarkan:

  • 1 mobil pick-up membawa ±300 tabun waktug gas 3 kg
  • Jika 4 tabung 3 kg digunakan untuk membuat 1 tabung 12 kg → per mobil bisa menghasilkan 75 tabung 12 kg oplosan
  • Keuntungan kotor per unit mobil per hari bisa mencapai Rp50 juta, tergantung harga jual dan skema distribusi
  • Jika ada 100 mobil aktif setiap hari:
    → Rp50 juta × 100 = Rp5 miliar per hari

Dengan estimasi konservatif, kerugian negara akibat penyalahgunaan subsidi dan penghindaran pajak serta PNBP bisa mencapai Rp150 miliar per bulan, jika memperhitungkan nilai subsidi yang disalahgunakan, keuntungan ilegal, dan kerusakan distribusi legal.


Dominasi Pasar: Praktik Ilegal Kuasai 40% Distribusi Elpiji Regional

Berdasarkan data yang dihimpun dari distributor resmi, pasokan elpiji hasil oplosan ini diperkirakan telah menguasai hingga 40% dari pasar elpiji nonsubsidi di wilayah Bogor, Tangerang, dan Banten. Ini berarti hampir setengah dari gas elpiji 12 kg dan 50 kg yang beredar di wilayah tersebut berasal dari praktik penyuntikan ilegal.

Hal ini menyebabkan gangguan besar bagi pelaku usaha resmi, sekaligus menurunkan kepercayaan konsumen terhadap keamanan produk elpiji di pasaran.


Dasar Hukum yang Dilanggar

Praktik ini melanggar sejumlah peraturan penting, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

    • Pasal 53 huruf c: Penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga BBM dan gas bumi bisa dipidana 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.
  2. Perpres No. 104 Tahun 2007

    • Elpiji 3 kg hanya untuk masyarakat miskin dan usaha mikro. Penyuntikan ke tabung besar adalah bentuk penyelewengan subsidi negara.
  3. Pasal 480 KUHP

    • Menjual atau mengedarkan barang hasil kejahatan (termasuk hasil penyuntikan ilegal) merupakan tindak pidana penadahan.
  4. UU Perlindungan Konsumen

    • Menyebarkan barang berbahaya dan menyesatkan konsumen merupakan pelanggaran berat.

Risiko Nyata: Ledakan, Korban Jiwa, dan Bencana

Gas oplosan yang dipindahkan secara manual tanpa prosedur keselamatan standar sangat rawan bocor dan meledak. Sudah banyak kasus di berbagai daerah di mana ledakan tabung gas ilegal menyebabkan kebakaran besar, cedera serius, bahkan kematian.

Masyarakat awam yang tidak tahu bahwa gas yang mereka beli adalah hasil oplosan menjadi korban dari kejahatan terselubung ini.


Saluran Pelaporan Resmi

Bagi masyarakat yang mengetahui praktik ini, pengaduan dapat disampaikan ke:

  • Polres Bogor / Polda Jabar
  • Pertamina Call Center (135)
  • Kementerian ESDM (www.esdm.go.id)
  • Dinas Perindustrian dan Perdagangan
  • Layanan Pengaduan Nasional: www.lapor.go.id

Disarankan untuk menyertakan bukti foto/video atau testimoni saksi, agar aparat dapat menindak lebih cepat.


Seruan Tegas kepada Pemerintah dan APH

Sudah saatnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pertamina, dan Aparat Penegak Hukum menunjukkan sikap tegas dan tidak tebang pilih. Tidak cukup hanya dengan sosialisasi atau razia ringan. Diperlukan penindakan hukum masif dan menyeluruh hingga ke akar jaringan.

Jika praktik ini terus dibiarkan, negara akan terus merugi, masyarakat terus terancam, dan kepercayaan publik terhadap hukum akan terkikis.

Negara tidak boleh kalah terhadap mafia gas.


Reporter: Tim Investigasi Pena tajam ((JIM)) 
Bogor, 5 Juni 2025




Lebih baru Lebih lama