Pasar Ciroyom Jadi Sarang Peredaran Obat Ilegal, Oknum Diduga Jadi Koordinator





Bandung, 1 Juni 2025 — Wilayah Pasar Ciroyom, yang dikenal sebagai salah satu sentra ekonomi rakyat di Kota Bandung, kini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, kawasan ini diduga kuat menjadi lahan subur peredaran obat keras daftar G ilegal seperti Tramadol, Hexymer, Double L, Trihexyphenidyl, dan obat penenang jenis benzodiazepine yang dijual bebas tanpa resep dokter.

Yang lebih mengejutkan, muncul dugaan keterlibatan seorang oknum berinisial A, yang disebut-sebut sebagai koordinator peredaran obat-obatan terlarang di kawasan tersebut. Oknum ini diduga memiliki jaringan luas, termasuk pelindung di kalangan tertentu, sehingga peredaran berjalan lancar tanpa sentuhan hukum.





Oknum A Diduga Koordinir Peredaran Obat Ilegal, Cederai Nama Institusi

Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa oknum A bukan hanya mengetahui praktik jual beli obat ilegal di pasar tersebut, melainkan juga mengatur alur distribusi, pemasok, hingga pembagian wilayah operasional para pengedar. Hal ini bukan hanya bentuk pelanggaran hukum berat, tetapi juga mencoreng nama institusi yang seharusnya menjadi garda depan penegakan hukum dan perlindungan masyarakat.

Jika terbukti, tindakan oknum tersebut melanggar berbagai ketentuan hukum berat, termasuk:


Pasal-Pasal Hukum yang Bisa Menjerat Oknum Koordinator

1. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

  • Pasal 198:
    "Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang melakukan praktik kefarmasian."
    Hukuman: Pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

  • Pasal 197:
    "Setiap orang yang mengedarkan sediaan farmasi tanpa standar keamanan dan mutu dipidana penjara 15 tahun dan denda Rp1,5 miliar."

2. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

  • Pasal 114 ayat (1):
    "Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I dipidana."
    Hukuman: Minimal 5 tahun penjara dan maksimal hukuman mati, tergantung pada jumlah dan peran.

  • Pasal 132 ayat (1):
    "Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dipidana dengan pidana yang sama dengan pelaku."

  • Pasal 138 dan 139 juga membuka ruang penindakan terhadap penyalahgunaan wewenang oleh aparat hukum, apabila terbukti melindungi atau terlibat dalam jaringan narkotika dan psikotropika.


Dampak Peredaran Obat Ilegal: Merusak Mental dan Masa Depan Anak Bangsa

Para pengguna, sebagian besar remaja dan pelajar, menjadi korban dari jaringan gelap ini. Efek jangka panjang dari penyalahgunaan obat-obatan seperti Tramadol, Hexymer, dan Benzo di antaranya:

  • Gangguan jiwa permanen
  • Kecanduan parah
  • Penurunan fungsi otak
  • Halusinasi berat
  • Tindak kriminal akibat kehilangan kontrol diri

Tuntutan Serius: Ungkap Dalang dan Jaringannya

Masyarakat dan aktivis antinarkoba menuntut pemeriksaan tuntas terhadap oknum A, termasuk jaringan yang melibatkan pengepul, distributor, hingga pelindung yang mungkin berasal dari institusi resmi.

“Kami tidak mau Kota Bandung jadi sarang narkoba. Harus ada penangkapan terhadap otak jaringan ini, termasuk siapa pun yang menyalahgunakan kekuasaan,” tegas salah satu aktivis dari Koalisi Anti-Psikotropika Bandung.


Desakan untuk Reformasi dan Penindakan Tegas

Pemerintah pusat dan daerah, Kepolisian, BNN, serta Dinas Kesehatan diimbau untuk:

  • Menutup akses distribusi obat ilegal
  • Menertibkan seluruh apotek/toko obat tak berizin
  • Memecat dan memproses hukum aparat yang terbukti terlibat
  • Memberikan rehabilitasi gratis untuk korban penyalahgunaan

Peredaran obat ilegal bukan sekadar pelanggaran, tetapi bentuk nyata perusakan generasi bangsa. Jika tidak ditindak tegas, maka kehancuran mental pemuda kita tinggal menunggu waktu.


Taruna_32



Lebih baru Lebih lama