Pasaman, Sumbar – Kondisi tambang rakyat di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, saat ini tengah menjadi perhatian publik. Di tengah potensi kekayaan alam yang luar biasa, para penambang rakyat justru menghadapi berbagai kendala serius. Salah satunya adalah belum adanya kepastian hukum terkait Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang menyebabkan aktivitas pertambangan berjalan di bawah bayang-bayang ketidakpastian dan potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum tak bertanggung jawab.
Masyarakat penambang mengeluhkan lambannya langkah Pemerintah Kabupaten Pasaman dalam menyelesaikan proses penetapan WPR. Hingga kini, belum terlihat adanya keseriusan konkret dari pihak pemerintah daerah untuk mengurus dan menyelesaikan penetapan tersebut, padahal regulasi WPR sangat penting demi memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para penambang rakyat. Akibatnya, para penambang terpaksa beroperasi dalam situasi yang rawan penindakan, bahkan kerap dijadikan objek pungli dan intimidasi oleh oknum-oknum tertentu.
“Kami ini hanya masyarakat kecil yang ingin mencari nafkah dari kekayaan alam daerah sendiri. Tapi setiap saat kami merasa was-was. Kami berharap Bupati Pasaman serius urus WPR, jangan biarkan rakyat ditindas oleh sistem yang tidak berpihak,” ujar salah satu tokoh masyarakat penambang di Bonjol.
Jalan Tembus Bonjol–Suliki Terbengkalai: Aspirasi Rakyat yang Terabaikan
Masalah lainnya yang tidak kalah penting adalah terbengkalainya proyek pembangunan jalan tembus Bonjol–Suliki. Jalan ini sebenarnya menjadi salah satu akses strategis yang akan membuka konektivitas antara Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Limapuluh Kota. Namun hingga kini, pembangunan jalan tersebut masih belum menunjukkan progres berarti.
Permasalahan utama yang dihadapi adalah proses pembebasan lahan yang belum tuntas serta belum dimulainya tahap pengaspalan. Masyarakat menilai proyek ini seperti berjalan di tempat, padahal dampaknya sangat besar bagi perekonomian dan mobilitas masyarakat antarwilayah.
“Sudah bertahun-tahun kami mendengar soal pembangunan jalan Bonjol–Suliki ini, tapi kenyataannya masih terbengkalai. Kami minta pemerintah segera selesaikan pembebasan lahannya, buka jalan secara merata, dan lanjutkan ke tahap pengaspalan. Jangan biarkan pembangunan ini hanya jadi wacana,” ungkap seorang warga Bonjol yang berharap jalan tersebut segera fungsional.
Harapan kepada Pemerintah
Masyarakat Pasaman, khususnya para penambang rakyat dan warga Bonjol, dengan tegas menyuarakan harapan agar Pemerintah Kabupaten Pasaman dapat menunjukkan keberpihakan nyata dalam dua persoalan ini.
Pertama, pemerintah diharapkan segera mengurus dan menyelesaikan proses administrasi dan penetapan WPR agar masyarakat penambang mendapatkan kepastian hukum dan tidak lagi menjadi korban praktik-praktik ilegal. Kedua, percepatan pembangunan jalan Bonjol–Suliki harus segera direalisasikan dengan memperhatikan semua aspek, mulai dari pembebasan lahan hingga pengaspalan, agar masyarakat merasakan manfaat konektivitas dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Masalah tambang dan infrastruktur bukan hanya urusan teknis, melainkan juga menyangkut keadilan sosial dan pembangunan yang berkeadilan. Warga berharap agar suara mereka tidak lagi diabaikan, dan pemerintah mampu hadir memberi solusi, bukan sekadar janji.
Ade gusma