Revitalisasi Pasar Bantargebang Tak Kunjung Selesai, Pedagang Teriak Rugi – BPKP, Kejaksaan, dan KPK Diminta Turun Tangan





Jakarta – 
Proyek revitalisasi Pasar Bantargebang Kota Bekasi kembali menjadi sorotan tajam. Sudah enam tahun berlalu sejak penandatanganan kerja sama antara Pemkot Bekasi dengan PT. Javana Artha Perkasa pada 2019, namun hingga kini pembangunan pasar yang dijanjikan belum juga rampung.

Ratusan pedagang yang telah menyetor dana merasa sangat dirugikan. Jumlah setoran diduga mencapai Rp70 miliar, namun pasar modern yang dijanjikan hanya sebatas wacana.

Timeline Proyek Revitalisasi Pasar Bantargebang
2018– Pemkot Bekasi menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT. Javana Artha Perkasa untuk revitalisasi Pasar Bantargebang. Pedagang mulai diminta menyetor dana.

2020–2021 – Pengerjaan awal disebut dimulai, namun progres sangat lambat. Banyak pedagang mulai resah karena pasar lama ditutup sebagian.

2022 – Pihak perusahaan disebut telah menghimpun dana puluhan miliar rupiah. Janji penyelesaian proyek tak kunjung ditepati.

2023 – Pedagang melayangkan protes terbuka. Pemkot Bekasi berjanji akan mengevaluasi kontrak, namun tak ada hasil nyata.

2024 – Dugaan dana masuk ke perusahaan mencapai sekitar Rp70 miliar. Pembangunan tetap mandek.

2025 – Hingga pertengahan tahun, pasar masih belum selesai. Pedagang kembali menuntut transparansi, bahkan mendesak BPKP, Kejaksaan, dan KPK untuk turun tangan.

Pedagang Teriak Uang Raib
Salah seorang pedagang, Rudi Hartono, menegaskan bahwa kerugian pedagang sudah di luar batas.

> “Kami (pedagang) sangat rugi. Uang kami yang ditarik oleh pihak perusahaan sampai dengan saat ini diduga berjumlah kurang lebih Rp70 miliar. Tapi pasar tidak juga selesai. Uang itu dibawa ke mana?” tegas Rudi 



Kekecewaan pedagang semakin dalam karena tak ada kejelasan mengenai aliran dana yang sudah terkumpul.

Desakan Audit dan Dugaan Permainan Direktur Eksekutif Puspolrindo, Yohanes Oci, meminta Pemkot Bekasi menghentikan proyek sementara dan membuka jalan bagi audit investigatif BPKP.

> “Pemkot Bekasi harus hentikan sementara itu proyek dan lakukan audit oleh BPKP. Ini penting demi menjaga hak pedagang,” ujarnya.


Ia juga mendesak aparat penegak hukum agar tidak tinggal diam “Bila perlu, kejaksaan harus turun lakukan audit. Bahkan KPK harus memastikan, jangan sampai ada indikasi kongkalikong antara Pemkot dengan pihak investor. Implementasi tata kelola pemerintahan yang baik harus ditegakkan,” tandas Yohanes.

Bayangan Skandal Korupsi
Mandeknya pembangunan pasar dengan dana puluhan miliar rupiah menimbulkan dugaan adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Jika terbukti, kasus ini berpotensi menjerat pihak perusahaan maupun oknum pejabat daerah yang terlibat.

Potensi pelanggaran hukum yang dapat menjerat antara lain:
Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor → memperkaya diri/orang lain/korporasi secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

Pasal 3 UU Tipikor → penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain/korporasi.

Pasal 372 KUHP tentang penggelapan → jika terbukti dana pedagang dialihkan tanpa dasar perjanjian yang jelas.


Pedagang Hanya Bisa Menunggu
Hingga kini, para pedagang Pasar Bantargebang tetap harus berjualan dalam kondisi terbatas. Mereka sudah kehilangan uang, kehilangan waktu, dan terancam kehilangan mata pencaharian.

“Kalau dibiarkan, ini bukan lagi sekadar keterlambatan proyek, tapi sudah masuk ranah perampasan hak pedagang,” ujar salah seorang pedagang dengan nada geram.


Polemik Jadi Bom Waktu
Alih-alih membawa harapan baru, proyek revitalisasi pasar yang digembar-gemborkan justru berubah menjadi bom waktu skandal keuangan. Publik kini menanti langkah berani aparat penegak hukum: apakah berani mengusut tuntas hingga ke akar, atau membiarkan kasus ini mengendap dalam gelap?


-red
Lebih baru Lebih lama