Pemda Pasaman Barat Tutup Mata Soal Janji UHC Plus, Bung Basit Angkat Bicara





Pasaman Barat – 

Janji manis yang digaungkan pasangan Bupati Yulianto dan Wakil Bupati M. Ihpan pada masa kampanye Pilkada 2024 terkait program Universal Health Coverage (UHC) Plus kian menuai sorotan. Hingga memasuki penghujung 2025, program yang digadang-gadang akan menjamin layanan kesehatan masyarakat secara merata itu tak kunjung terealisasi.

Universal Health Coverage (UHC) sendiri merupakan salah satu standar keadilan sosial sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 34 ayat (1) yang menegaskan kewajiban negara dalam menjamin hak kesehatan rakyat. Dalam kontestasi Pilkada lalu, mayoritas kandidat menawarkan program sejenis, termasuk pasangan Yulianto – Ihpan yang akhirnya terpilih. Mereka bahkan menambahkan embel-embel “Plus” untuk menegaskan komitmen pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif.

Namun, realitas di lapangan berbeda jauh. Program tersebut hingga kini masih sebatas janji politik. Pemerintah Daerah (Pemda) Pasaman Barat dinilai lebih sibuk mengurus kenyamanan kursi kekuasaan dibanding menepati janji kepada rakyat.


Menanggapi kekecewaan publik, Abdul Basit, aktivis pemerhati kebijakan publik, angkat suara. Ia menilai penghapusan program UHC Plus sama saja dengan mengabaikan nasib masyarakat kecil yang mayoritas berpenghasilan menengah ke bawah.

“Tidak dapat dipungkiri, UHC ini merupakan salah satu program unggulan yang mestinya menjadi prioritas untuk dipersiapkan, direncanakan, dan direalisasikan. Mayoritas masyarakat Pasaman Barat bukan dari golongan elit, sehingga program ini seharusnya jadi bukti nyata keseriusan pemerintah dalam menegakkan UUD 1945 pasal 34 ayat (1),” tegasnya.

Basit menyebut alasan klasik Pemda soal defisit anggaran hanyalah bentuk penghindaran tanggung jawab. Menurutnya, defisit bukan hanya terjadi di Pasaman Barat, melainkan hampir di seluruh daerah Indonesia. Namun, daerah lain mampu mencari jalan keluar agar program kesehatan tetap berjalan.

“Setiap kali masyarakat mengeluh soal UHC, Pemda selalu bersembunyi di balik tembok defisit. Saya ingatkan kepada Bupati, Wakil Bupati, dan DPRD Pasaman Barat: kalau memang goblok, mending jangan jadi pemimpin. Sebab, kebijakan yang kalian buat akan menentukan nasib masyarakat ke depan,” ujarnya lantang.


Lebih jauh, Basit menawarkan solusi agar Pemda tidak terus-terusan berlindung di balik dalih kekurangan anggaran. Ia mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggali potensi yang ada, baik dari sektor sumber daya alam maupun keterlibatan perusahaan.

“Untuk meningkatkan PAD sebenarnya gampang, dengan catatan mau bekerja. Kita punya lahan yang diduduki kurang lebih 21 perusahaan sawit. Ke mana CSR mereka? Meskipun tidak bisa dimasukkan langsung ke APBD, CSR itu bisa direalisasikan untuk membantu masyarakat,” jelas Basit.

Selain sawit, ia menyoroti potensi besar dari sektor pariwisata dan pertambangan. Namun semua peluang itu, menurutnya, hanya bisa terwujud jika jajaran Forkopimda benar-benar ikhlas bekerja demi rakyat, bukan sekadar mencari panggung politik menjelang kontestasi berikutnya.


Basit juga mengecam gaya kepemimpinan yang menurutnya terlalu nyaman dengan fasilitas negara. Ia mendesak para pejabat segera bangkit dan menunaikan janji yang sudah diucapkan di hadapan rakyat.

“Pasaman Barat butuh pemimpin yang lugas, cerdas, dan mampu membaca peluang dari SDA dan SDM yang dititipkan Tuhan. Jangan leha-leha di kursi empuk dan rumah dinas sementara rakyat menjerit karena akses kesehatan terbatas,” ujarnya.

Sebagai penutup, Basit mengultimatum Pemda. Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan UHC Plus, ia berkomitmen akan mengorganisir aksi akbar secara beruntun ke seluruh kantor Forkopimda Pasaman Barat.

“Kalau rakyat terus dibiarkan terzalimi, jangan salahkan kami jika turun ke jalan,” tandasnya.


Mc

Lebih baru Lebih lama