Pasaman Barat – ||
Pengelolaan kebun jagung di lahan bekas replanting milik PT BTN, yang berlokasi di Afdeling 1, Jorong Silawi Timur, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, kini menuai sorotan tajam dari masyarakat. Pasalnya, kebun tersebut diduga menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, namun tidak melibatkan unsur masyarakat maupun lembaga pertanian resmi di tingkat lapangan.
Kabar penggunaan dana CSR untuk proyek kebun jagung tersebut memunculkan tanda tanya besar di kalangan warga sekitar, terutama terkait transparansi, sasaran penerima manfaat, dan sejauh mana kontribusinya bagi masyarakat lokal.
Warga Pertanyakan Transparansi dan Keterlibatan Masyarakat
Salah satu tokoh masyarakat Jorong Silawi Timur, Chairil, menyayangkan sikap perusahaan yang dianggap tidak menunjukkan kepedulian nyata terhadap kondisi warga sekitar. Menurutnya, saat masyarakat justru kekurangan lahan pertanian untuk diolah, perusahaan seharusnya berempati dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk ikut diberdayakan.“
Seharusnya di saat masyarakat lagi kekurangan lahan pertanian, ada perhatian dari PT BTN untuk meminjamkan atau melibatkan masyarakat. Apalagi kalau benar dana yang digunakan berasal dari dana CSR,” ujar Chairil kepada awak media, Selasa (15/10/2025).
Chairil menambahkan, dana Corporate Social Responsibility (CSR) pada dasarnya merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah operasionalnya. Karena itu, penggunaannya harus transparan, partisipatif, dan berdampak langsung pada kesejahteraan warga.“
Dana CSR itu bukan untuk kepentingan perusahaan semata. Harusnya digunakan untuk hal-hal yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat, seperti peningkatan ekonomi, pendidikan, atau pertanian rakyat,” tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Mukrim, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Sungai Beremas. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan secara teknis dalam kegiatan kebun jagung yang diduga menggunakan dana CSR PT BTN tersebut.“
Kalau kami dilibatkan, tentu kami akan merekomendasikan agar program ini disinergikan dengan kelompok tani binaan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian). Dengan begitu, bisa mendukung program swasembada pangan dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat,” jelas Mukrim.
Menurutnya, keterlibatan lembaga pertanian dan kelompok tani binaan sangat penting agar program semacam itu tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga mendorong peningkatan kesejahteraan petani lokal secara berkelanjutan.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 74, setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR).
Dalam pelaksanaannya, dana CSR harus diarahkan untuk:
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan,
- Menjaga kelestarian lingkungan,
- Mendorong pemberdayaan ekonomi lokal, dan
- Menunjang pembangunan berkelanjutan.
Apabila penggunaan dana CSR tidak sesuai peruntukannya, apalagi tanpa pelibatan masyarakat atau lembaga resmi, hal itu bisa dianggap menyimpang dari prinsip tanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Sejumlah warga berharap agar pihak pemerintah daerah, Dinas Perkebunan, serta Dinas Sosial Pasaman Barat dapat turun tangan untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan dana CSR tersebut. Mereka meminta agar PT BTN memberikan klarifikasi terbuka dan menunjukkan bukti transparansi atas program yang diklaim sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan.“
Kami berharap pemerintah daerah ikut memantau dan mengevaluasi program CSR perusahaan di wilayah kami. Jangan sampai dana CSR hanya dijadikan kedok proyek pribadi atau kepentingan segelintir orang,” ujar salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak media masih berupaya mengonfirmasi manajemen PT BTN terkait kebenaran penggunaan dana CSR dalam proyek kebun jagung tersebut. Upaya konfirmasi juga dilakukan kepada pihak Dinas Perkebunan dan BPP Kecamatan Sungai Beremas untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai keterlibatan instansi terkait.
Redaksi akan terus memantau perkembangan kasus ini demi menjaga prinsip pemberitaan yang berimbang, akurat, dan transparan sesuai Kode Etik Jurnalistik.
Dana CSR bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan komitmen moral perusahaan terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Transparansi, partisipasi masyarakat, dan kesesuaian dengan tujuan sosial menjadi kunci agar program CSR benar-benar memberikan manfaat, bukan sekadar formalitas.
?

