Jakarta — ||
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperdalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Hingga saat ini, lembaga antirasuah tersebut telah memeriksa lebih dari 350 biro travel haji atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang diduga terlibat dalam proses penentuan dan pembagian kuota haji tambahan.“
Sampai dengan saat ini sudah lebih dari 350 travel yang diperiksa, paralel untuk kebutuhan penghitungan kerugian negaranya,”kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Selasa (11/11/2025).
Menurut Budi, pemeriksaan tidak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga di berbagai daerah yang menjadi pusat aktivitas biro perjalanan haji. Pada pekan lalu, penyidik KPK telah memeriksa sejumlah biro travel di wilayah Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk menelusuri dugaan adanya pembagian kuota haji yang tidak sesuai ketentuan, serta adanya praktik suap atau pungutan tidak sah dalam proses alokasi kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.“
Penyidik masih fokus mendalami keterangan dari para Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Setiap keterangan dari PIHK dibutuhkan dalam penyidikan perkara ini,” jelas Budi.
Ia menegaskan, bagi biro travel haji yang belum memenuhi panggilan pemeriksaan, KPK akan menjadwalkan ulang pemeriksaan agar tidak ada satu pun pihak yang luput dari proses hukum.
Fokus Kasus: Dugaan Penyelewengan 20.000 Kuota Tambahan
Kasus ini berawal dari pemberian tambahan 20.000 kuota haji oleh Pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia pada musim haji 2024. Tambahan tersebut seharusnya dibagi sesuai dengan ketentuan Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan bahwa kuota haji reguler sebesar 92 persen dan kuota haji khusus sebesar 8 persen dari total kuota nasional.
Namun, dalam pelaksanaannya, Kementerian Agama justru membagi tambahan kuota itu secara tidak proporsional, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Dengan pembagian yang sesuai aturan, dari total tambahan 20.000 kuota, seharusnya:
- 18.400 dialokasikan untuk jemaah haji reguler, dan
- 1.600 untuk haji khusus (PIHK).
Pelanggaran proporsi ini menimbulkan dugaan adanya penyelewengan dan praktik “jual beli” kuota haji, di mana sejumlah biro travel haji diduga membayar sejumlah uang untuk memperoleh tambahan jatah.
Keterlibatan Pejabat dan Biro Travel.KPK menduga adanya kongkalikong antara pejabat Kemenag dan pihak swasta, khususnya pengusaha travel haji, dalam menentukan distribusi kuota tambahan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pembagian kuota yang tidak sesuai undang-undang ini merupakan pelanggaran serius.“
Kuota haji khusus seharusnya sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler sebesar 92 persen. Ini sudah diatur jelas dalam undang-undang, dan pelanggaran atas itu berpotensi menimbulkan kerugian negara,” ujar Asep.
KPK juga menemukan indikasi bahwa sejumlah PIHK memberikan uang pelicin atau gratifikasi kepada oknum tertentu di Kemenag untuk mendapatkan kuota lebih besar. Uang tersebut diduga disamarkan dalam bentuk “uang percepatan” atau “biaya tambahan pelayanan.
Kasus ini kini sudah masuk tahap penyidikan. KPK telah mengamankan berbagai dokumen penting, termasuk surat keputusan, daftar alokasi kuota tambahan, dan data komunikasi antara pejabat Kemenag dan pengusaha travel.
Lembaga tersebut juga tengah melakukan penghitungan kerugian negara bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara hasil awal menunjukkan potensi kerugian mencapai Rp1 triliun dari pembagian kuota yang tidak sah, serta potensi tambahan kerugian dari biaya penyelenggaraan ibadah haji yang tidak transparan
Meski pemeriksaan terhadap ratusan biro travel telah dilakukan, hingga kini KPK belum mengumumkan siapa saja pihak yang berstatus tersangka.
Budi Prasetyo menegaskan bahwa KPK masih mengumpulkan alat bukti, dan setiap perkembangan akan disampaikan secara terbuka kepada publik.“
Kami masih pada tahap pengumpulan keterangan dan analisis bukti. Penetapan tersangka dilakukan setelah seluruh unsur terpenuhi,” ujarnya
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menarik perhatian luas karena menyangkut pengelolaan ibadah suci yang menjadi impian umat Islam di Indonesia. Selain itu, dana dan kebijakan haji selalu menjadi isu sensitif mengingat jumlah jemaah yang mencapai ratusan ribu orang setiap tahun.
Publik menilai, jika benar terjadi penyimpangan dalam penentuan kuota, maka hal itu merupakan pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat dan amanah umat.
KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan profesional, tanpa pandang bulu, baik terhadap pejabat kementerian maupun pihak swasta yang terlibat.“
Kami bekerja berdasarkan bukti, bukan tekanan. Siapapun yang terlibat akan diproses hukum sesuai aturan yang berlaku,” tutup Asep Guntur Rahayu.
Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024 menambah daftar panjang skandal penyalahgunaan wewenang di sektor keagamaan. Pemeriksaan terhadap 350 biro travel menunjukkan keseriusan KPK untuk menelusuri seluruh jaringan yang terlibat.
Publik kini menanti langkah tegas selanjutnya, termasuk penetapan tersangka dan pengembalian kerugian negara, agar penyelenggaraan ibadah haji di masa mendatang dapat berjalan lebih transparan, adil, dan bebas dari praktik korupsi.
Trv32

