JAKARTA, - ||
Ketua LSM-DERAS, yang juga Inisiator Forum Wartawan Investigasi Nusantara (For-WIN) Maruli Siahaan, Minggu (26/1-2025), menanggapi sekaligus memberikan komentar terkait tayangan berita Jurnal Investigasi Mabes (JIM) yang diujung beritanya di bumbui dengan pertanyaan si Togop (tokoh imajiner -red) yang mempertanyakan parameter Kompas menaikkan citra KPK.
Dalam tanggapannya, Maruli menyarankan, agar tidak memikirkan pertanyaan si Togop. Pasalnya, menurut Investigator senior yang dikenal banyak kalangan Pers dan LSM itu, teori kolaborasi bisa saja tejadi antar media dengan lembaga.
"Pertanyaan si Togop itu tak usah dipikirkan Gus. Namanya Kompas ya pasti butuh duit juga, untuk menggaji karyawannya.
Teori kolaborasi bisa saja tejadi antar media dengan lembaga itu. Maklum sejak covid semua media terpuruk dan di perparah hadirnya medsos.
Jadi, jika ingin media lain punya penghasilan boleh saja dikembangkan dengan metode lain. Misalnya, pengembangan Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Instruksi Presiden No.4 tahun 2000. Aturan itu berisi perintah segera Presiden, agar para pejabat melaporkan data kekayaan paling lambat 31 Mei 2000.
Presiden menyebut, Instruksi Presiden keluar untuk mendukung UU No.28 tahun 1999 yang mengatur tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Gus Dur beralasan pelaporan harta kekayaan agar publik mengetahui dari mana asal usul kekayaan pejabat. Selain itu, pelaporan juga berfungsi sebagai kontrol agar mencegah pejabat korupsi.
Nah, jika ada Wartawan ketemu sosok pejabat punya harta yang di duga belum di laporkan ke KPK, kan tinggal kolaborasi dengan lembaga itu (KPK -red). Itu hanya saran saja ya Gus," tandas Maruli, via chat WA sambil kasih emos ngakak. *(FC-Goes)*