Skandal Korupsi Haji 2024–2025: KPK Telusuri Dugaan Penyimpangan Kuota dan Dana Haji Rp1,3 Triliun






Jakarta —||

Kasus dugaan skandal korupsi haji 2024–2025 terus menjadi perhatian publik. Skandal ini melibatkan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) dalam pengelolaan dana dan alokasi kuota haji tambahan tahun 2024. Laporan pertama kali diungkap oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Agustus 2025, dan kini tengah diselidiki secara intensif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK menaksir total kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun, yang bersumber dari dugaan penyimpangan pengelolaan dana haji dan pembagian kuota haji tambahan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.

Tambahan kuota haji berawal dari pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, di Riyadh pada 19 Oktober 2023. Dalam pertemuan itu, Arab Saudi memberikan tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah kepada Indonesia untuk mempercepat antrean calon haji yang telah menunggu hingga puluhan tahun.

Namun, keputusan pembagian kuota tambahan tersebut menimbulkan kontroversi. Kemenag membagi kuota tambahan secara sama rata—50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Padahal, berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, komposisi seharusnya adalah 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Pada 5 Agustus 2025, ICW menyerahkan laporan hasil investigasi kepada KPK, mencatat empat bentuk dugaan korupsi utama dalam penyelenggaraan haji tahun 2024:

  1. Monopoli penyedia layanan masyair (akomodasi dan transportasi di Arab Saudi)

    • Dua dari delapan penyedia jasa dimiliki oleh satu individu.
    • Nilai kontrak mencapai Rp667,58 miliar.
  2. Pungutan liar katering

    • Pungutan tidak sah sebesar Rp3.400 per porsi makan, dengan potensi kerugian negara Rp51 miliar.
  3. Pengurangan spesifikasi makanan

    • Pengurangan porsi senilai Rp17.000 per porsi, menyebabkan kerugian sekitar Rp306 miliar.
  4. Pelanggaran standar gizi jemaah

    • Menu makanan hanya mengandung 1.729–1.785 kalori, jauh di bawah standar Kementerian Kesehatan yang menetapkan 2.100 kalori per hari.

KPK Naikkan ke Tahap Penyidikan

KPK secara resmi memulai penyidikan pada 9 Agustus 2025. Dua hari kemudian, 11 Agustus 2025, lembaga antirasuah itu mengeluarkan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang, yakni:

  • YCQ – Menteri Agama periode 2020–2024
  • IAA – mantan Staf Khusus Menteri Agama
  • FHM – pihak swasta yang terlibat dalam penyediaan jasa haji

Pencegahan berlaku selama enam bulan agar ketiganya tetap berada di Indonesia selama proses penyidikan berjalan.


Pemeriksaan Intensif Terhadap Pejabat Kemenag

Pada 1 September 2025, KPK memeriksa Yaqut Cholil Qoumas selama hampir tujuh jam di Gedung Merah Putih, Jakarta. Penyidik mendalami mekanisme pembagian kuota tambahan, dasar hukum penerbitan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, serta kemungkinan adanya aliran uang kepada pihak tertentu.

Yaqut menyatakan kooperatif dan menyerahkan seluruh data yang diminta penyidik. Ia membantah adanya niat untuk memperkaya pihak tertentu, dengan alasan pembagian 50:50 dilakukan karena keterbatasan kapasitas tenda di Mina, Arab Saudi.


Pelanggaran UU dan Kerugian Negara

SK Menteri Agama Nomor 130/2024 yang ditandatangani pada 15 Januari 2024 dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Pasal 64 UU tersebut menegaskan bahwa kuota haji khusus tidak boleh melebihi 8 persen dari total kuota nasional.

KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp1 triliun dari pembagian kuota yang tidak sah, ditambah Rp357 miliar dari dugaan penyimpangan dana pengelolaan haji. Dengan demikian, total kerugian diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun.


Pertemuan Rahasia dengan Pengusaha Travel Haji

Dalam hasil penyidikan, ditemukan adanya pertemuan antara pejabat Kemenag dan sejumlah pengusaha travel haji tidak lama setelah SK pembagian kuota diterbitkan. Pertemuan tersebut diduga membahas alokasi kuota haji khusus bagi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tertentu.

Sebanyak 300 dari 400 PIHK telah diperiksa oleh KPK. Beberapa di antaranya diduga memberikan “uang percepatan” untuk mendapatkan tambahan kuota.


Keterbatasan Kapasitas Mina Dijadikan Alasan

Kementerian Agama membela kebijakan tersebut dengan alasan keterbatasan kapasitas tenda di Mina, yang hanya seluas 17,2 hektar untuk menampung 203.230 jemaah reguler. Artinya, setiap jemaah hanya mendapatkan ruang sekitar 0,8 meter persegi.

Namun, alasan itu dinilai tidak cukup kuat secara hukum untuk mengubah pembagian kuota yang telah diatur dalam undang-undang.

Wakil Menteri Agama, Raden Muhammad Syafii, menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum dan siap bekerja sama dengan penyidik KPK.


Reaksi Publik dan Pembentukan Pansus DPR

Skandal ini memicu kemarahan publik yang luas, mengingat ibadah haji merupakan salah satu pilar ibadah umat Islam yang suci dan sensitif. Banyak pihak menilai bahwa penyalahgunaan dana atau kuota haji sama saja dengan mengkhianati amanah umat.

Menanggapi situasi ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penyelenggaraan Haji untuk menelusuri berbagai penyimpangan, termasuk antrean panjang calon jemaah, tenda yang melebihi kapasitas, serta masalah konsumsi dan transportasi jemaah di Tanah Suci.


Skandal Bukan yang Pertama

Kasus korupsi di lingkungan Kementerian Agama bukan hal baru. Sejarah mencatat, dua mantan Menteri Agama sebelumnya juga pernah dipenjara karena korupsi dana haji:

  • Said Agil Husin Al Munawar (2001–2004) – divonis 5 tahun penjara pada tahun 2006.
  • Suryadharma Ali (2009–2014) – divonis 6 tahun penjara pada tahun 2014.

Langkah KPK Selanjutnya

KPK kini tengah mempersiapkan kunjungan ke Arab Saudi untuk memverifikasi langsung kondisi akomodasi dan fasilitas yang terkait tambahan kuota haji. Pemeriksaan lapangan ini diharapkan dapat mengungkap apakah alasan teknis yang digunakan Kemenag benar adanya, atau hanya dijadikan tameng administratif untuk menutupi praktik korupsi.

Selain itu, KPK juga tengah menelusuri aliran dana ke sejumlah rekening pribadi dan perusahaan travel haji, serta barang bukti elektronik yang telah disita dari kantor Kemenag.“

Kami akan menindak siapapun yang terbukti terlibat, baik dari unsur penyelenggara negara maupun pihak swasta. Tidak ada yang kebal hukum,” tegas Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

Skandal korupsi haji ini menjadi pengingat serius akan pentingnya transparansi dan integritas dalam pengelolaan dana umat. Dengan jumlah calon jemaah yang mencapai ratusan ribu setiap tahun dan dana mencapai triliunan rupiah, publik berharap agar penegakan hukum berlangsung tegas dan adil, tanpa ada intervensi politik atau kepentingan tertentu.

Kasus ini juga menandai babak baru dalam pengawasan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia—sebuah momentum penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi keagamaan dan negara.


Tr

Lebih baru Lebih lama