JAKARTA, – ||
Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), ternyata secara diam-diam telah mengirimkan somasi kepada Dewan Kehormatan PWI. Dari bisik-bisik tetangga yang diterima redaksi media ini, pergolakan di internal organisasi wartawan yang kini santer dijuluki peternak koruptor binaan Dewan Pers sepertinya akan semakin membara.
Ketua Umum PWI; Hendri Ch Bangun, dan Sekjennya; Sayid Iskandarsyah, diam-diam telah mensomasi Sasongko Tedjo Cs terkait Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI yang memberikan teguran keras kepada Hendri Ch Bangun,Cs dan mewajibkan untuk mengembalikan dana hibah BUMN yang diduga telah dikorupsi sebesar Rp.1.771.200.000 (satu miliar tujuh ratus tujuh puluh satu juta dua ratus ribu rupiah).
Menyanggapi hal tersebut, Wilson Lalengke yang juga dikenal sebagai aktivis anti korupsi di kalangan insan Pers, mengatakan bahwa sejak awal dia sudah melontarkan pernyataan terkait eksistensi Dewan Kehormatan PWI yang dinilainya tidak memiliki kehormatan. Pasalnya, dengan munculnya gerakan mbalelo para pelaku korupsi yang tidak terduga; Hendry Ch Bangun dan kawan-kawannya itu kian melemahkan serta merusak kehormatan lembaga di internal PWI yang seharusnya menjadi simbol penjaga kehormatan, harga diri, dan keberadaban organisasi.
Tulisan paling awal saya tentang kisruh pengurus pusat PWI adalah terkait eksistensi Dewan Kehormatan yang menurut saya nir-kehormatan atau tidak mempunyai kehormatan. Dengan adanya somasi dari koruptor Hendri dan Sayid terhadap dewan kehormatan organisasi itu, hal ini membuktikan bahwa kehormatan Dewan Kehormatan PWI memang nihil , yang artinya juga secara organisasi PWI sudah tidak lagi memiliki kehormatan,” beber Wilson Lalengke dalam pernyataan persnya, Selasa (14/05/2024).
Alumni Lemhannas RI tahun 2012 ini menambahkan, bahwa; Kondisi itu merupakan pertanda bahwa organisasi PWI sudah berada di ambang kehancuran yang mengakibatkan perilaku buruk pengurus dan anggota PWI itu sendiri, baik di pusat maupun di daerah-daerah.
Harta terbesar, terbaik, dan paling berharga sebuah komunitas, organisasi, paguyuban, dan sejenisnya, adalah; harga diri, martabat, dan kehormatan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Kepemilikan harga diri dan kehormatan itulah yang akan melahirkan kepercayaan dan rasa hormat masyarakat terhadap seseorang dan sesuatu lembaga.
“Jika unit dewan kehormatan suatu organisasi sudah hancur, maka harga diri, martabat dan kehormatan organisasi itu ikut hancur lebur. Dalam kondisi demikian, kepercayaan dan rasa hormat masyarakat terhadap lembaga itu dipastikan hilang sama sekali dan ini sama artinya organisasi itu sudah bernafas, tinggal menunggu waktu untuk menutup usia,” papar lulusan sarjana bidang Etika Global dari Universitas Birmingham, Inggris, itu.
Untuk itu, Wilson Lalengke menyarankan agar pihak Dewan Kehormatan seharusnya dapat menunjukkan kewibawaan mereka dengan tegas didepan sub-unit organisasinya. Jangan biarkan unit-unit yang berada di bawah kendali dan pengawasan mereka, melakukan tindakan sesuka hatinya.
Perilaku Ketum PWI dan kawan-kawannya itu, bukan lagi sekedar persoalan etika di internal organisasi PWI tapi sudah masuk ranah pidana yang harus diproses di institusi aparat penegak hukum negara.
“Perilaku korupsi dan penggelapan uang rakyat oleh para dedengkot koruptor, Hendry Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhamad Ihsan, dan Syarif Hidayatullah itu, tidak hanya sekedar masalah pelanggaran aturan-aturan internal PWI, tetapi itu sudah merupakan pelanggaran pidana yang harus di pertanggung-jawabkan di hadapan seluruh rakyat Indonesia,” tegas Wilson Lalengke dengan menambahkan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau Kejahatan Luar Biasa yang harus diproses hukum sesegera mungkin. *(Merah)*