Peredaran Bebas Obat Daftar G di Bandung: Diduga Dilindungi Oknum, Kinerja Aparat Dipertanyakan

 


Bandung, Mei 2025 — Kota Bandung kembali menjadi sorotan setelah ditemukannya peredaran bebas obat-obatan daftar G tanpa resep dokter. Obat-obatan seperti Tramadol, Hexymer, Alprazolam, dan Valdimex yang termasuk dalam kategori obat keras dan psikotropika ditemukan dijual secara bebas di sejumlah toko obat dan kios di pinggiran kota.

Investigasi yang dilakukan oleh tim Junalinvestigasi bersama aparat dari Mabes Polri mengungkap jaringan distribusi obat ilegal yang melibatkan sejumlah oknum aparat penegak hukum (APH). Nama-nama yang diduga sebagai beking peredaran obat ilegal tersebut muncul dari hasil penelusuran mendalam. Ironisnya, para oknum tersebut justru bertindak sebagai koordinator lapangan, memberi perlindungan bagi toko-toko yang secara terang-terangan menjajakan obat terlarang.

Toko-toko tersebut beroperasi tanpa rasa takut, bahkan beberapa penjual mengaku sudah biasa "setor" kepada oknum tertentu agar bisa tetap menjalankan praktik ilegal mereka. Praktik ini tak hanya mencoreng nama baik institusi yang seharusnya menjaga ketertiban dan kesehatan masyarakat, namun juga memperlihatkan lemahnya pengawasan di lapangan.


Payung Hukum: Melanggar UU Kesehatan dan Psikotropika

Peredaran obat keras tanpa resep dokter merupakan pelanggaran serius yang diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

    • Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
    • Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi berupa obat keras tanpa resep dokter dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00.
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

    • Pasal 62: Setiap orang yang tanpa hak memiliki, menyimpan, atau menggunakan psikotropika golongan IV dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
    • Pasal 59 dan 60: Melarang pengedaran psikotropika tanpa izin dan menyebutkan sanksi pidana yang berat bagi pelaku.

Dampak Serius bagi Masyarakat

Penggunaan obat-obatan keras seperti Tramadol, Hexymer, dan Alprazolam tanpa pengawasan medis bisa menyebabkan dampak buruk, seperti:

  • Ketergantungan (adiksi)
  • Gangguan kejiwaan
  • Halusinasi, paranoia, dan depresi berat
  • Keinginan bunuh diri
  • Gangguan organ tubuh seperti hati dan ginjal
  • Overdosis yang bisa berujung kematian

Selain itu, penggunaan sembarangan obat penenang atau psikotropika sering kali dikaitkan dengan meningkatnya tindak kriminal di masyarakat, seperti pencurian, perkelahian, hingga kekerasan dalam rumah tangga.


Desakan untuk Reformasi dan Penindakan Tegas

Munculnya oknum dalam jaringan peredaran ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas aparat dan efektivitas pengawasan lembaga terkait. LSM dan aktivis anti-narkoba mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan bersih-bersih internal, menindak tegas para pelaku termasuk oknum yang terlibat.

“Masyarakat butuh perlindungan, bukan justru dijadikan pasar bagi peredaran obat-obatan berbahaya,” ujar salah satu aktivis dari Koalisi Anti Obat Ilegal (KAOI).


Penutup

Fenomena peredaran bebas obat daftar G di Bandung mencerminkan masalah sistemik yang harus segera ditangani. Jika tidak, kota ini akan menjadi ladang subur bagi kehancuran generasi muda. Pengawasan ketat, penegakan hukum tanpa pandang bulu, serta edukasi masyarakat adalah langkah mutlak yang harus dilakukan secepatnya.


.taruna_32

Lebih baru Lebih lama